Archive | August, 2009

PERFECT!!!

14 Aug

-13 Agustus 2009-

1 kecupan di dahi dari sang ibu

1 kecupan di pipi dari sang ayah

1 ucapan melalui pesan singkat dari sang adik

sempurna 🙂

Tepung dan Beras

7 Aug

Tepung dan Beras dalam episode “Pembicaraan Bodoh di Malam Hari”
pembicaraan bodoh

Hello Effect

7 Aug

Ia mematut dirinya di depan kaca, merapikan kemejanya secara perlahan dan diperhatikannya dengan seksama lipatan-lipatan yang ada pada kemeja. “Jangan sampai ada yang kusut, semua harus tampak sempurna”, harapnya.

—-

Ya… sempurna…

Se-sempurna yang dapat diindera manusia.

—-

Kali ini ia mulai memegang dagunya. Halus, mulus, licin… hasil cukurannya tadi pagi. Seharusnya ini menjadi penampilannya yang paling sempurna.

Kemudian ia mulai menegakkan bahunya, memandang sosok yang terpantul di kaca dan tersenyum. Senyum penuh optimisme.

Beberapa saat kemudian ia mulai melangkahkan kakinya keluar.

—-

Ah… ternyata matahari bersinar terik, asap kendaraan terus membuat polusi, dan debu terus beterbangan.

Pikirnya, “Hancur sudah penampilan sempurnaku”. Bahunya kali ini menurun, tak setegap tadi. Tak ada lagi optimisme.

Ia salahkan Tuhan karena menciptakan matahari yang terus bersinar terik. Ia mengumpat pada manusia yang terus membuat polusi dimana-mana.

—-

Ia pikir ia mampu menciptakan kesempurnaan dalam penampilannya.

Ia pikir ia dapat menciptakan hello effect yang sangat baik.

Ia pikir ia mampu menjadi pendatang yang meninggalkan jejak yang sempurna.

—-

Tapi ia lupa satu hal. Satu hal yang seharusnya dapat menjadi kekuatannya. Sebuah senyum keikhlasan.

Ia cukur kumisnya di pagi hari, dirapikannya kemejanya dengan seksama, tapi semua dilakukannya hanya demi menarik perhatian orang lain…

—-

Tak perlulah ia persalahkan Tuhan. Karena Tuhan menciptakan matahari justru untuk menerangi jalan. Membantu untuk melihat dengan jelas.

“Tapi matahari itu bersinar terlalu terik”, protesnya. Hei, bahkan matahari terlalu bersemangat untuk membantu menerangi jalan!!! Tidakkah ia perhatikan itu?

Dan debu itu, polusi itu… selemah itukah ia? Kalah oleh debu-debu kecil.

—-

Sekarang… ia menyisir rambutnya secara perlahan dengan menggunakan jemari-jemari tangannya. Dan ia pun kembali tersenyum.

Karena, Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh (W.S. Rendra)